Di malam hari, di atas permukaan bumi.
Pada Sang Alam, kita sempatkan belajar tentang yang namanya sebuah “kehendak”.
Dari fenomena terbangnya putik sari hingga bergugurannya dedaunan, ada yang berkehendak atasnya.
Bersautannya suara serangga diiringi hembusan angin malam, ada yang berkehendak atasnya.
Hingga di titik kita yang memilih sujud di gelap malam, di bawah kidung langit tanpa pengahalang, ada yang berkehendak atasnya.
Di malam hari, di atas permukaan bumi.
Pada Sang Alam, kita sempatkan bercerita tentang kita yang menyebut diri sebagai sang petualang, sang pengembara bumi.
Kita menapakkan kaki menuju tempat pulang yang berlombakan dengan waktu.
Lagi dan lagi, kita harus membaca peta, menerka kompas dan mengatur setir kendali.
Entah itu hanya mendaki bukit yang kerdil, bahkan sampai mendaki gunung tinggi yang menyesakkan, kita terus berjalan berpegangan pada panduan.
Berharapkan pertolongan, yang sejatinya selalu Allah limpahkan.
Di malam hari, di atas permukaan bumi.
Pada Sang Alam, kita sampaikan maaf dan terima kasih.
Kita yang menobatkan diri sebagai sang pengembara bumi terkadang termakan hawa nafsu yang melahirkan keserakahan.
Melupakan bahwa atas sebuah kehendak Yang Agung, Sang Alam akan menjadi pintu pertama ketika kita bertemu waktu pulang.
Di malam hari, di atas permukaan bumi.
Pada Sang Alam, kita merajut janji,
Jika kelak kita meninggalkan bumi ini, kita akan jadikan bumi bersaksi bahwa kita pernah bertebaran di atasnya dengan membawa kebaikan-kebaikan yang berarti.