Dalam ilmu bahasa yang dikerucutkan dalam Sosiolinguistik atau ilmu tentang bahasa dalam masyarakat, kata ‘Fake Boy’ adalah sebuah kesepakatan dalam berkomunikasi di masyarakat untuk kemudahan dalam memahaminya. Hal ini dinamai dengan alih kode atau campur kode, cabang dari kedwibahasaan atau bilingualisme. Kedua istilah tersebut dapat diketahui saat masyarakat berkomunikasi atau menjadi penutur. Kenapa bisa dikatakan alih kode atau campur kode? Karena dari masa ke masa istilah yang disematkan pada si pelaku cenderung mewakili masa tersebut atau berbeda zamannya, seperti Hidung Belang, Play Boy, dan Fake Boy. Namun, alih kode dan campur kode dapat terjadi disemua kalangan masyarakat, status sosial seseorang tidak dapat mencegah alih kode atau campur kode saat berkomunikasi. Hal ini juga terjadi karena individu memiliki kemampuan penguasaan bahasa atau memiliki beragam bahasa.
Fishman (1968) menyatakan bahwa dalam kajian yang berkaitan dengan masalah penelitian tersebut diperlukan teori ranah, yaitu konteks sosial yang telah melembaga. Ranah pada dasarnya merupakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan dan merupakan konstelasi antara lokasi, topik, dan partisipan. Fishman (1968) menyatakan lima ranah antara lain ranah keluarga, persahabatan, agama, pekerjaan dan pendidikan. Syahdan, Parasher (1980) menyebutkan tujuh ranah yang terdiri ranah keluarga, kekariban, ketetanggaan, transaksi, pendidikan, pemerintahan, dan kerja.
Bahkan, ada istilah lain yang disepakati oleh masyarakat untuk penyematan pada sipelaku fake boy, yaitu Buaya. Kenapa bisa buaya yang menjadi semiotik?
Padahal dalam budaya atau kepercayaan Betawi, di dalam sebuah pernikahan ada sebuah kekhasan yaitu Roti Buaya. Di mana roti buaya adalah simbolisasi yang melambangkan kemapanan dan kesetiaan sampai akhir nanti. Makna kemapanan ada pada sebuah roti, di mana yang memakan roti hanyalah bangsawan-bangsawan pada zamannya. Sedangkan makna kesetiaan terdapat di buaya, karena semasa hidupnya buaya hanya melakukan satu kali pernikahan untuk seumur hidupnya.
Kemudian di dalam Ilmu Biologi, buaya termasuk ke dalam jenis Reptil. Sebelumnya, Biologi berasal dari dua kata, yaitu bios dan logos. Bios adalah hidup dan logos adalah ilmu. Jadi, biologi adalah ilmu mengenai kehidupan.
Reptil disebut juga binatang melata. Reptil berasal dari Bahasa Latin, reptile yang artinya ular. Reptil merupakan hewan berdarah dingin. Ciri khas reptil adalah kulitnya yang kering dan bersisik. Jumlah anggota reptil lebih dari 6.500 spesies. Contoh anggota reptil adalah buaya, penyu, kura-kura, ular, serta kadal.
Stephen Robert Irwin atau Steve Irwins, lahir di Essendon, Victoria, 12 Februari 1962 dikenal seorang Crocodile Hunter (“Sang Pemburu Buaya”). Steve Irwin pernah mengatakan, “Buaya itu simpel, mereka jelas ingin memakan dan membunuhmu,” berbanding terbalik dengan fake boy, dialektika fake boy. Bahkan, sambung Steve “Sebaliknya manusia, mereka sangat rumit, terkadang mereka berpura-pura jadi temanmu terlebih dahulu sebelum menyakitimu.”
Maka, buaya tidak layak menjadi simbol untuk lelaki gadungan atau fake boy, kecuali buayanya itu yang memiliki ciri khas khusus. Misalnya, seperti cecak, ciri khusus cecak adalah dapat berjalan di dinding atau langit-langit rumah. Ada pula cecak yang dapat berjalan di atas air. Cecak tersebut dikenal sebagai cecak bersilik.
Apakah buaya muara? Tidak, buaya muara adalah buaya terpanjang di dunia. Panjangnya dapat mencapai 7 meter. Buaya ini hidup di Asia Tenggara dan Australia. Ini bukan sebuah pengecualian malainkan sebuah pendukung untuk semakin simpel, simpel memakan dan membunuh.
Atau mungkin termasuk jenis reptil yang lain? Atau bahkan jenis hewan yang lain?
Manusia memang makhluk yang unik, dia sama seperti hewan, sama-sama memiliki insting. Hewan tahu makanan apa yang mereka harus makan, hewan tahu tempat mana yang mereka harus tinggali, dan hewan tahu lawan jenis mana yang harus mereka pikat. Pun demikian dengan manusia, makan, tempat tinggal, dan menambah keturunan, persis sama seperti hewan. Namun, ada perbedaan yang sangat berbeda di antara manusia dan hewan, yaitu manusia memiliki akal dan hewan tidak, hewan hanya berinsting. Seperti kata Tan Malaka, “Manusia adalah hewan yang pandai berpikir.”
Terjawab untuk sementara, bahwasannya manusia adalah hewan yang berpikir. Namun, bagaimana keadaan akal atau pikiran Si Fake Boy itu? Kenapa fake boy bisa demikian?
Kata Imam Al-Ghazali, “Di dalam batin engkau ada terkumpul beberapa sifat yang ganjil, sifat kebinatangan, sifat keganasan, dan sifat malaikat. Tetapi dirimu yang sejati ialah nyawamu, rohmu.” Kita fokus pada sifat kebinatangan. Binatang terbagi atas dua sifat, yaitu binatang ternak dan binatang pemburu. Sifat binatang ternak tidaklah lebih hanya memikirkan tentang makan, minum, dan tidur. Sedangkan sifat binatang pemburu ialah mencari mangsa, memburu, dan mengoyaknya ketika mangsanya didapat.
Boleh jadi Si Fake Boy itu otak dan hatinya teracun, sampai-sampai ia dikungkung oleh kekuatan kebinatangan yang bersifat pemburu dan hanya memikirkan kepuasan nafsunya untuk ke fake boy-annya. Namun, sambung perkataan Imam Al-Ghazali, “Hendaklah engkau tahu bahwa sifat-sifat yang tersebut tadi bukan kejadian yang asli dari jiwamu, dia hanya sifat-sifat yang datang kemudian.” Dengan kata lain, berarti ada hal yang mempengaruhi Si Pelaku fake boy itu sebelumnya. Jadi, kita sebagai teman, sahabat, karib, saudara harus mengingatkan atas sifat dan sikap yang Si Fake Boy perbuat.
Perhatian....
Perempuan, sadari dan jagalah hati kalian. Jangan tertipu dengan kata-kata yang cantik dan retorika yang menarik, karena itulah yang harus dihati-hatikan. Seperti kata penyair, “Bila engkau melihat singa mengeluarkan taringnya, jangan engkau sangka dia tersenyum.”
Kalau menggunakan terminologi Al-Qur’an, “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang dunia menarik hatimu dan dipersaksikan kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras.” (Q.S. Al-Baqarah : 204).
Sumber:
Hamka. 2018. Tasawuf Modern. Jakarta: Republika
Malaka, Tan. 2019. Madilog. Yogyakarta: Narasi
Adi, Muhammad Ramdhan. 2008. Biologiku. Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa
http://www.google.com/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/01/12alihkode-dan-campur-kode/amp/
http://m.liputan6.com/citizen6/read/2073862/makna-roti-buaya-di-acara-pernikahan-betawi
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Steve_Irwin