Bahasa dan Sastra
DIALOG (PERCAKAPAN) DRAMA
DIALOG (PERCAKAPAN) DRAMA

Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berebntuk cakapan atau dialog. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung. Bayangan pentas di atas panggung merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari.

Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berebntuk cakapan atau dialog. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung. Bayangan pentas di atas panggung merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari.

Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Hal ini disebabkan karena drama adalah potret krnyataan. Drama dalah nuansa kenyataan yang diangkat ke atas pentas. Nuansa-nuansa dialog mungkin tidak lengkap dan akan dilengkapi oleh gerakan, musik, ekspresi wajah, dan sebagainya, dan hal ini, kesempurnaan sebuah naskah drama akan terlihat setelah dipentaskan.

Di sampinng dalam hal ragam, maka diksi hendaknya dipilih sesuai dengan dramatic-action dari plot itu. Diksi berhubungan dengan irama lakon, artinya panjak pendeknya kata-kata dalam dialog berpengaruh terhadap konflik yang dibawakan lakon.

Dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa. Kadang juga dituntut bersifat filosofis dan mampu mempengaruhi keindahan. Hal ini disebabkan karena kenyataan yang ditampilkan diatas pentas harus lebih indah dari kenyataan yang benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Coba kita hayati dialog dalam drama “Oidippus di Kolonus” terjemahan Rendra ini.

ANTIGONE : Astaga, apakah kini kataku? Ayah, apakah itu?

OIDIPUS      : Antigone, anakku, kenapa?

ANTIGONE : Seorang wanita menuju kemari. Menunggu kuda. Itulah kuda dari Etnan. Wanita itu memkai topi, tetapi lebar menudungi wajahnya. Itulah Topi dari Thessali. Aku bimbang. Diakah ia atau bukan? Ya kini matanya bersinar gembira. Ia hampir tiba .... Ia memberi tanda. Sekarang nyatalah dia, Ismene! Ismene kita.

OIDIPUS      : Apa? Apa katamu?

ANTIGONE : Itu dia! Puterimu dan saudariku datang kemari. Sebentar lagi akan terdengar suaranya.

Masuk ISMENE

ISMENE      : Ayah! Antigone! Inilah kenyataan impian! Semula sangat mencarimu. Kini setelah ketemu air mata mengaburkan pandanganku.

OIDIPUS      : Kamukan itu, Anakku?

ISMENE       : Ayahku!

OIDIPUS      : Jadi benar kamu!

ISMENE       : Sungguh sulit datang kemari.

OIDIPUS      : Peganglah tanganku!

ISMENE       : Satu tangan untuk ayahku. Satu tangan untuk saudaraku.

OIDIPUS      : Oh, kamulah Anakku, dan juga Saudariku.

ISMENE      : Orang yang dimakan kutukan.

OIDIPUS     : Ya, ibumu dan aku.

ISMENE      : Aku, pihak ketiga pun sama-sama.

OIDIPUS     : Tetapi kenapa kau datang, Anakku?

ISMENE      : Karena Anda, Ayahku!

OIDIPUS     : Karena rindu?

ISMENE      : Ya! Dan juga membawa berita bahwa mereka terlibat perkara.

(Oidipus di Kolonus 25-26)

 

Dialog di atas memenuhi dialog yang baik. Dalam dialog tersebut kita membayangkan bahwa adegan drama dapat dilaksanakan. Di samping memiliki kemungkinan pentas, dialog yang baik juga memiliki nilai literer, artinya memiliki keindahan. Keindahan bahasa itu tidak boleh mengganggu makna yan terkandung dalam naskah, artinya walaupun indah tetap komunikatif.

 

Sumber:  Waluyo, Herman J.. 2002. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta. Hanindita.





Muhammad Saepul Rizal

Muhammad Saepul Rizal adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Nov 2022



0 Komentar





Bahasa dan Sastra Lainnya