Dasar teks drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan. Penuangan tiruan kehidupan itu diberi warna oleh penulisnya. Dunia yang ditampilkan di depan kita (pembaca) bukan dunia primer, tetapi dunia skunder. Aktualisasi terhadap peritiwa dunia menjadi peristiwa imajiner itu seratus persen diwarnai dan menjadi hak pengarang. Sisi mana yang dominan terlihat dalam laon, ditentukan oleh bagaimana peulis lakon memandang kehidupan.
Konflik manusia biasanya terbangun oleh pertentangan antara tokoh-tokohnya. Dengan pertikaian itulah muncul dramatiic action. Daya pikat sautu naskah drama ditentukan oleh kuatnya dramatic action ini. Perkembangan dramatic action dari awal sampai akhir adalah tulang punggung pembangun cerita.Unsur kreativitas pengarang terlihat dari kemahiran pengarang menjalin konflik, menjawab konflik dengan surprise, dan memberikan kebaruan dalam jawaban itu. Jika terjadi hal yang demikian, maka naskah itu memiliki suspense (tegangan) yang menambah daya pikat sebuah naskah drama.
Konflik juga didukung oleh pelaku yang mendukung cerita (sering disebut pelaku utama) yang bertentangan dengan pelaku pelawan arus cerita (pelaku penentang). Dua tokoh tersebut disebut dengan tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Konflik yang dipaparkan dalam lakon harus mempunyai motif. Motif dari konflik yang dibangun itu akan mewujudkan kejadia-kejadian. Motif dan kejadian haruslah wajar dan realistis, artinya benar-benar diambil dari kehidupan manusia. Jika dalam wayang persoalan yang diajdikan konflik adalah perebutan negara atau wanita, maka konflik dalam drama modern janganlah negara atau wanita. Tokoh-tokoh manusia masa kini tidak akan berebuatan negara dan jarang berebutan wanita.
Motif dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, di antararanya oleh hal-hal berikut ini:
Sumber: Walyu, Herman J.. 2002. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta. Hanindita.