Berita Terkini
Sudut Pandang Pragmatik: #KaburAjaDulu itu Beneran Kepengen Kabur?
Sudut Pandang Pragmatik: #KaburAjaDulu itu Beneran Kepengen Kabur?

Pada akhirnya, #KaburAjaDulu bukan hanya tentang pergi, tetapi tentang harapan yang mulai pudar.

Sekilas tentang frasa baru yang tercipta dewasa ini yakni #KaburAjaDulu, jika diartikan tanpa mempertimbangkan konteks bisa melahirkan banyak arti. #KaburAjaDulu bisa jadi mengacu pada tindakan kabur dari rumah, lari dari masalah, sekadar menghindari situasi yang dianggap tidak nyaman atau bahkan digunakan sebagai ungkapan ekspresif untuk mencairkan suasana, mengajak seseorang mengambil jeda sejenak, atau bahkan sebagai bentuk humor ketika menghadapi situasi sulit. Keberagaman makna ini menunjukkan bagaimana bahasa selalu berkembang dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda oleh setiap individu.

Lebih dari sekadar tren di dunia maya akhir-akhir ini, munculnya frasa #KaburAjaDulu menjadi sebuah cerminan nyata dari kegelisahan masyarakat terhadap kondisi di Indonesia. Kegelisahan dari isu ekonomi, ketidakadilan sosial, hingga minimnya peluang kerja, tagar ini menjadi saluran ekspresi bagi mereka yang merasa bahwa mencari penghidupan di luar negeri lebih menjanjikan dibandingkan bertahan di tanah air. Dalam lanskap digital, tagar ini menggambarkan kompleksitas emosi yang dirasakan banyak orang, mulai dari kekecewaan, harapan, hingga bentuk nyata dari keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih layak.

Namun, apakah ini benar-benar seruan untuk pergi atau hanya sebuah metafora untuk mengkritik kondisi yang ada? Jika kita melihat dari perspektif pragmatik, fenomena ini memuat tindak tutur ekspresif dan direktif yang menunjukkan betapa kompleksnya emosi dan niat di balik setiap unggahan dengan tagar ini.

Tagar #KaburAjaDulu Sebagai Bentuk Tuturan Ekspresif dan Direktif

Banyak yang menggunakan #KaburAjaDulu sebagai bentuk ekspresi kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah dan kondisi sosial ekonomi. Kritik ini muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari sindiran hingga perbandingan kondisi hidup di Indonesia dan luar negeri. Misalnya, ada yang membandingkan standar gaji, biaya hidup, dan kesejahteraan di negara lain dengan kondisi di Indonesia. Tidak sedikit pula yang memberikan ajakan persiapan migrasi, memberikan panduan nyata bagi mereka yang ingin mencari kesempatan di luar negeri.

Sejumlah postingan di media sosial memperlihatkan bagaimana ketimpangan ini semakin terasa nyata. Salah satunya adalah unggahan @vicky_nastasha, yang menyatakan bahwa sistem di Indonesia justru mendorong orang untuk mencari peluang di luar negeri. Ini sejalan dengan pengalaman banyak tenaga kerja profesional yang merasa kurang dihargai di dalam negeri, tetapi mendapatkan kesempatan lebih baik di luar negeri. Selain itu, ada pula nuansa sarkasme dalam penggunaan tagar #KaburAjaDulu. Banyak netizen yang menggunakannya sebagai cara untuk menunjukkan bahwa harapan terhadap perbaikan di dalam negeri semakin menipis. Kritik ini muncul sebagai respons terhadap pernyataan pejabat pemerintah yang menyebut mereka yang ingin bekerja atau pindah ke luar negeri sebagai tidak nasionalis. Akun @babagenz dalam unggahannya bahkan mempertanyakan siapa yang seharusnya diragukan nasionalismenya?—?para diaspora yang menyumbangkan devisa tertinggi ke kas negara, atau para pejabat yang tidak mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Perdebatan: Pergi atau Bertahan?

Di balik tagar ini, ada juga pihak yang menolak fenomena ini. Sebagian menganggap bahwa #KaburAjaDulu mencerminkan mentalitas menyerah dan kurang nasionalis. Beberapa tokoh publik dan pejabat pemerintah bahkan menanggapi dengan nada defensif, mempertanyakan loyalitas mereka yang ingin meninggalkan Indonesia. Namun, ada juga pihak yang menilai bahwa fenomena ini harus diterima sebagai bentuk kritik sosial yang sah dan harus dijadikan bahan evaluasi. Pendapat dari @vincentazvian di media sosial misalnya, menunjukkan perbedaan cara pandang terhadap fenomena ini. Ia berpendapat bahwa sebagian besar yang menggunakan tagar ini berasal dari kelas menengah atas yang memiliki privilese lebih besar untuk pindah ke luar negeri, sementara masih banyak rakyat kecil yang bahkan tidak memiliki kesempatan untuk bermimpi seperti itu.

Namun yang perlu dipahami adalah tinggal dan bekerja di luar negeri bukanlah sebuah pengkhianatan. Banyak diaspora Indonesia yang tetap berkontribusi untuk negeri, baik dalam bentuk investasi, transfer ilmu,membantu keluarga, bahkan membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat yang ada di tanah air. Tidak sedikit juga diaspora yang membantu rakyat kecil tanpa privilese untuk bisa memiliki harapan besar bekerja dan hidup di luar negeri dalam rangka menghidupi keluarganya di Indonesia. Menstigmatisasi mereka yang memilih jalan #KaburAjaDulu sebagai seorang yang tidak nasionalis atau berkhianat justru mengalihkan fokus dari masalah utama: mengapa banyak orang merasa lebih baik pergi daripada bertahan?

Pemerintah Seharusnya Introspeksi

Daripada merespons dengan defensif, pemerintah seharusnya melihat fenomena ini sebagai pemicu introspeksi. Jika lebih banyak peluang tersedia, jika kesejahteraan dapat dijamin, apakah masyarakat masih akan berpikir untuk “kabur”? Yang dibutuhkan bukan sekadar retorika nasionalisme, tetapi langkah nyata untuk memperbaiki kondisi agar lebih banyak orang memilih tinggal dan membangun negeri ini bersama.Pemerintah perlu melihat bahwa tagar ini bukan hanya sekadar tren atau bahkan provokasi, melainkan refleksi dari keresahan yang nyata. Kritik yang muncul bukan semata-mata ketidakpuasan individu, melainkan gambaran dari situasi yang memengaruhi banyak orang. Mengabaikan atau menyangkal fenomena ini justru dapat memperparah perasaan apatis dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Tokoh politik seperti Anies Baswedan juga memberikan pandangan yang lebih luas mengenai pentingnya diaspora Indonesia di kancah global. Dalam salah satu pernyataannya, ia menegaskan bahwa kehadiran lebih banyak orang Indonesia di luar negeri justru bisa menjadi bagian dari penguatan identitas bangsa. Hal ini berbeda dengan pandangan sebagian pejabat yang menilai fenomena ini sebagai ancaman terhadap nasionalisme.

Mencari Solusi Nyata

Untuk mengatasi fenomena ini, dibutuhkan langkah-langkah konkret dari pemerintah. Misalnya, kebijakan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, penyediaan lapangan kerja yang lebih layak, sistem kualifikasi kerja yang tidak membatasi usia dan fokus kepada keterampilan bekerja, serta perbaikan sistem pendidikan agar lulusan Indonesia lebih kompetitif secara global. Pemerintah juga perlu menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan karier, sehingga generasi muda tidak melihat migrasi sebagai satu-satunya pilihan.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu melihat bahwa #KaburAjaDulu bukan satu-satunya solusi. Jika pilihan jatuh pada #KaburAjaDulu, ada banyak persiapan dan perbekalan yang harus dilakukan untuk bisa kabur dan hidup secara legal di negara orang. Ada banyak cara untuk memperbaiki keadaan tanpa harus meninggalkan negeri sendiri. Namun, ini hanya bisa terjadi jika ada perbaikan nyata dalam kebijakan dan sistem yang ada. Jika tidak, maka tren seperti #KaburAjaDulu akan terus muncul dan mencerminkan kondisi yang sebenarnya terjadi di masyarakat.

Antara Harapan dan Kenyataan

Fenomena #KaburAjaDulu dalam kajian pragmatik menunjukkan bahwa maknanya lebih kompleks daripada sekadar ajakan literal untuk pindah. Melalui tindak tutur ekspresif dan direktif, pengguna tagar #KaburAjaDulu mengekspresikan rasa frustrasi sekaligus memberikan panduan nyata untuk mencari peluang di luar negeri. Sementara itu, implikatur dalam tagar ini menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan frasa ini lebih merupakan bentuk protes sosial dibandingkan seruan nyata untuk meninggalkan Indonesia.

Pada akhirnya, #KaburAjaDulu bukan hanya tentang pergi, tetapi tentang harapan yang mulai pudar. Jika kita ingin menghentikan tren ini, bukan dengan melarang atau menghakimi, melainkan dengan menciptakan alasan yang lebih kuat bagi mereka untuk tetap bertahan dan merasa bangga menjadi bagian dari Indonesia




Amira Halimatu Sadiyah

Sang pengembara bumi yang atas izin tuhannya diperjalankan untuk mengarungi luasnya lautan hikmah.



0 Komentar





Berita Terkini Lainnya