Berita Terkini
Fenomena Pacaran dengan Anak di Bawah Umur: Normalisasi atau Penyimpangan?
Fenomena Pacaran dengan Anak di Bawah Umur: Normalisasi atau Penyimpangan?

Hubungan selebritas dengan anak di bawah umur menuai kritik karena relasi yang timpang. Diperlukan edukasi, kontrol media, dan tanggung jawab publik figur agar fenomena ini tak dinormalisasi dan bisa dicegah sejak awal.

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia hiburan sering kali dihebohkan oleh kasus selebritas yang menjalin hubungan dengan anak di bawah umur. Fenomena ini kerap memicu perdebatan dari berbagai sudut pandang baik secara hukum, etika, maupun dampak sosialnya. Sebagian orang beranggapan bahwa hubungan semacam ini adalah hal yang wajar karena cinta dianggap tidak mengenal usia. Namun, di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa relasi tersebut mengandung ketimpangan yang berbahaya, apalagi jika melibatkan unsur manipulasi atau eksploitasi.

Perlu disadari bahwa selebritas memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat, terutama kalangan muda yang cenderung menjadikan idola mereka sebagai panutan. Jika hubungan seperti ini terus dianggap lumrah, bukan tidak mungkin masyarakat mulai menormalisasi praktik yang sebenarnya dapat membawa dampak serius, baik dari segi hukum maupun psikologis. Oleh karena itu, membicarakan isu ini secara terbuka dan kritis sangatlah penting.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa fenomena ini bisa terjadi. Salah satunya adalah ketimpangan relasi antara selebritas dan anak di bawah umur. Dalam hubungan seperti ini, selebritas berada dalam posisi yang lebih kuat karena memiliki kekuasaan, ketenaran, dan pengaruh sosial yang besar. Sebaliknya, anak yang terlibat berada dalam posisi yang lebih rentan, baik secara usia maupun pengalaman. Selain itu, peran media sosial juga turut menyumbang pergeseran batas antara penggemar dan idola. Anak-anak dan remaja kini merasa lebih dekat dan terkoneksi dengan selebritas, sehingga batasan yang seharusnya ada menjadi kabur.

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum dan nilai-nilai moral pun memperparah kondisi ini. Banyak yang tidak menyadari bahwa menjalin hubungan romantis dengan anak di bawah umur bisa termasuk pelanggaran hukum. Padahal, undang-undang di Indonesia secara tegas memberikan perlindungan terhadap anak. Misalnya, Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa seseorang dianggap belum dewasa apabila belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Selain itu, Undang-Undang Perkawinan juga menetapkan bahwa anak yang belum mencapai usia 18 tahun berada di bawah kekuasaan orang tuanya, kecuali ada ketentuan lain.

Tidak hanya dari sisi hukum, dampak psikologis terhadap anak juga perlu menjadi perhatian. Anak yang terlibat dalam hubungan dengan orang yang jauh lebih tua bisa mengalami tekanan emosional, ketergantungan psikologis, bahkan kesulitan dalam proses pembentukan identitas diri. Dalam jangka panjang, pengalaman semacam ini dapat menimbulkan trauma atau mempengaruhi cara mereka membangun relasi di masa depan. Di sisi sosial, hubungan semacam ini dapat menjadi preseden buruk yang ditiru oleh masyarakat. Jika tidak ada sikap tegas dari publik dan institusi terkait, bukan tidak mungkin hubungan tidak seimbang ini semakin dianggap biasa.

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sejumlah selebritas yang sempat dikabarkan menjalin hubungan dengan anak di bawah umur. Nama-nama seperti Kriss Hatta, Cornelio Sunny dan Ratu Sofya, Naufal Samudra dan Haura, Junior Roberts dan Sandrinna Michelle, serta Aliando Syarief dan Richelle Skornicki sempat menjadi sorotan publik. Meski demikian, pembahasan mengenai kasus-kasus ini harus tetap dilakukan secara objektif dan tidak menjurus pada pencemaran nama baik. Yang penting adalah memahami pola yang terjadi dan mencari solusi agar kasus serupa tidak terus berulang.

Untuk mencegah fenomena ini terus meluas, diperlukan berbagai upaya dari berbagai pihak. Edukasi tentang pentingnya batas usia dan relasi yang sehat perlu digencarkan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun media. Masyarakat, terutama orang tua dan guru, harus memiliki pemahaman yang cukup agar dapat membimbing anak-anak dalam memahami relasi yang sehat dan sesuai. Media dan warganet pun perlu lebih bijak dalam menyikapi pemberitaan terkait isu ini. Jangan sampai media justru memberikan panggung bagi hubungan yang tidak sehat hanya demi sensasi. Sebaliknya, media harus menjadi ruang edukatif yang mendorong kesadaran publik. Selebritas sendiri pun sebaiknya menyadari peran besar yang mereka miliki dalam membentuk opini dan perilaku masyarakat. Mereka memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga citra dan tidak menyalahgunakan kekuasaan atau ketenaran demi keuntungan pribadi.

Pada akhirnya, fenomena pacaran antara selebritas dan anak di bawah umur adalah persoalan serius yang tidak bisa dianggap sepele. Isu ini melibatkan aspek hukum, psikologis, dan sosial yang saling berkaitan. Jika tidak ditanggapi dengan bijak dan tegas, maka risiko yang ditimbulkan bisa sangat merugikan, terutama bagi anak-anak yang masih dalam masa perkembangan. Karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat—baik pemerintah, media, orang tua, hingga selebritas sendiri—untuk bersinergi dalam mengawasi dan mencegah hubungan yang tidak seimbang agar tidak dianggap sebagai sesuatu yang wajar.





Melsa Nuraisyah

Melsa Nuraisyah adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Apr 2025



0 Komentar





Berita Terkini Lainnya