Cerita
Pelangi untuk Naya
Pelangi untuk Naya

Nayanika dan Nabastala adalah sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan selama lima tahun. Namun, hubungan mereka semakin memburuk karena Nabastala menjadi semakin dingin dan tidak peduli dengan perasaan Nayanika. Nayanika merasa kesal dan terluka dengan sikap Nabastala. Nayanika mencoba untuk memperbaiki hubungan, tetapi Nabastala tidak peduli. Ia bahkan melarang Nayanika melakukan hal-hal sepele seperti tersenyum atau membeli balon. Nayanika merasa bahwa Nabastala tidak mengerti dirinya. Puncak konflik terjadi ketika Nabastala mengajak Nayanika bertemu di taman dan mengatakan bahwa ia tidak tahan dengan sikap Nayanika yang manja dan seperti anak kecil. Nayanika merasa hancur dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan. Setelah beberapa bulan, Nayanika bertemu dengan Arshaka, seorang pria yang membantunya melupakan Nabastala dan menerima dirinya apa adanya. Mereka menjalin hubungan yang sehat dan bahagia, dan Nayanika merasa bahwa ia telah menemukan pasangan yang tepat. Nayanika dan Arshaka resmi menjadi pasangan pada tanggal 17 Februari 2021. Nayanika merasa bahagia dan puas dengan hubungan mereka. Ia telah menemukan cinta yang sebenarnya dan tidak lagi merasa kesal dan terluka seperti saat bersama Nabastala.

Waktu itu, tepat tanggal 8 Februari, sekitar pukul empat sore, aku menunggu Nabastala di parkiran kampus. Aku dan Nabastala berencana untuk makan malam bersama. Aku sudah hampir setengah jam menunggu dengan wajah kusut. Tak lama kemudian, Nabastala datang dengan wajah tanpa dosa. Ia langsung menyalakan motornya tanpa berbicara sepatah kata pun.

Rasanya jalan begitu sepi tanpa kendaraan yang melintas. Aku dan Nabastala tetap saling diam, tidak ada di antara kami yang berusaha membuka percakapan. Aku memilih menikmati setiap sudut pemandangan dengan banyak sekali pikiran di kepalaku. Rasanya ingin sekali langsung bertanya kepada Nabastala.

Tiba-tiba, motor Nabastala berhenti di sebuah warung mi ayam yang cukup ramai.

"Ayo turun, mau sampai kapan duduk di situ?" ucap Nabastala sambil membantuku membuka helm.

"Iya," jawabku singkat.

Nabastala tersenyum dan menggandengku masuk ke dalam warung. Ramai sekali pembeli. Nabastala langsung memesan dua porsi mi ayam spesial dan dua es jeruk.

"Pak, nanti mi ayamnya tolong antar ke meja yang di ujung sana, ya," ucap Nabastala sambil memberikan tulisan pesanan kami.

"Baik, ditunggu," jawab penjual mi ayam.

Nabastala berjalan menghampiri Nayanika yang sedang asyik bermain ponsel. Nayanika yang sadar Nabastala telah mendekat, langsung menyimpan ponselnya di atas meja dan tersenyum.

"Kenapa disimpan ponselnya?" tanya Nabastala sambil mengerutkan satu alisnya.

"Haha... tidak apa-apa, aku hanya ingin kita berbincang-bincang tanpa memainkan ponsel," jawab Nayanika dengan wajah gembira.

"Ya sudah, terserah saja," ucap Nabastala.

Di tengah perbincangan mereka, datanglah pelayan warung tersebut mengantarkan pesanan.

"Permisi, ini pesanannya," ucap pelayan tersebut.

"Terima kasih, Mang," ucap Nayanika sambil tersenyum.

"Apa sih kamu ini, Nay? Bisa nggak sih nggak usah senyum-senyum gitu?" ujar Nabastala, rupanya ia tengah cemburu.

"Yah, memang nggak boleh senyum? Kan senyum itu ibadah," jawab Nayanika sambil menikmati mi ayamnya.

"Nggak boleh, Nayanika!" tegas Nabastala. "Senyuman kamu hanya untuk aku."

Pasalnya, sejak awal pacaran, Nabastala selalu bersikap seperti itu. Bahkan sekarang, setelah lima tahun menjalin hubungan, ia masih saja melarangku melakukan hal-hal sepele seperti ini.

Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk pulang. Seperti biasa, Nabastala memasangkan helm untukku. Dalam perjalanan, kami asyik berbincang dan tertawa. Rasanya aku ingin selalu seperti ini.

Saat tengah berada di lampu merah, aku melihat seorang penjual balon lampu. Dengan cepat, aku meminta Nabastala membelikannya untukku. Namun, Nabastala justru menancapkan gas motornya dengan kencang.

"Untuk apa sih kamu mau balon seperti itu? Seperti anak kecil saja," ucapnya.

"Kamu tidak pernah mengerti, Nab," jawabku, air mataku mulai jatuh.

Nabastala tidak memperdulikanku yang tengah menangis di atas motor. Tak terasa, kami sudah sampai di rumahku. Aku langsung turun, dan tanpa rasa bersalah, Nabastala pergi begitu saja.

Di kamar, aku berpikir keras. Apa yang membuat Nabastala semakin berubah dan dingin? Aku melihat kembali kenangan-kenangan kami empat tahun yang lalu, saat hubungan kami masih baik-baik saja.

Hari terus berjalan, dan kini hubunganku dengan Nabastala semakin memburuk. Ia lebih sibuk dengan urusannya, membuat kami jarang bertemu. Pada hari Kamis, aku memutuskan pergi ke kampus meski tidak ada jadwal kuliah. Aku membawa makanan kesukaannya—nasi goreng sosis dengan telur mata sapi. Dengan semangat, aku berangkat menggunakan ojek online.

Sesampainya di kampus, aku melihat Nabastala berjalan dengan selembar desain infrastruktur gedung di tangannya.

"Stala, tunggu!" teriakku.

Nabastala menoleh dan berhenti.

"Kamu ngapain di sini, Nay? Bukannya kamu nggak ada jadwal hari ini?" tanyanya.

"Aku sengaja ke sini buat menemui kamu. Sudah berapa minggu kita nggak komunikasi, bahkan kamu selalu sibuk!" ucapku dengan suara meninggi.

"Aku sibuk, Nay. Kamu harus ngerti dong," jawabnya.

"Setidaknya, luangkan waktu 30 menit saja untuk kita sarapan bersama. Aku sudah membuatkan nasi goreng kesukaanmu."

"Aku bawa saja nasi gorengnya. Nanti aku makan setelah kuliah pertama selesai. Kamu pulang saja, biar aku pesankan taksi, ya," ucapnya lembut, sambil mengusap rambutku.

Ternyata, ada Kenan yang mendengar percakapan kami. Dengan niat buruk, ia langsung menghampiri.

"Nay, mending bareng sama gue aja. Kebetulan kita satu arah," ucap Kenan.

"Boleh, Kenan," jawabku.

"Nggak boleh, Nay. Aku pesenin taksi aja, ya?" bantah Nabastala.

"Nggak apa-apa kali, Nab, orang satu arah," jawab Kenan santai.

"Siapa lo?" ucap Nabastala dengan nada tinggi.

Saat kami tengah berdebat, Kelvin datang.

"Nab, ayo buruan masuk," ujarnya sambil menyeret Nabastala.

"Nay, terserah kamu mau pulang sama Kenan, tapi setelah ini kita nggak akan pernah bertemu lagi," ucap Nabastala.

Aku tidak menghiraukannya. Aku memilih pulang bersama Kenan.

Sejak kejadian itu, hubungan kami semakin berada di ujung tanduk. Hingga akhirnya, Nabastala mengajakku bertemu di taman tempat pertama kali kami bertemu dan menjadi sepasang kekasih.

Rupanya, Nabastala telah datang lebih dulu. Ia menyambutku dengan senyuman. Kami berbincang cukup lama, dan pada akhirnya...

"Nay, sebelum semakin jauh dan sakit, kita akhiri saja hubungan ini. Aku sudah tidak tahan menghadapi sikapmu yang manja dan seperti anak kecil itu," ucapnya.

"Apa kamu yakin?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Ya, aku sudah capek dengan sikapmu," ucapnya tegas.

Aku langsung berlari meninggalkannya. Hatiku hancur. Aku menelepon Caca untuk menjemputku. Setelah sampai di rumah, aku menangis sejadi-jadinya di pelukan Caca. Dua minggu setelah kejadian itu, aku mulai bangkit. Aku kembali aktif kuliah dan mengurus kafe. Setelah tujuh bulan berlalu, bayangan Nabastala benar-benar hilang dari pikiranku.

Aku bertemu dengan Arshaka, seorang pria yang membantuku melupakan Nabastala. Ia menerimaku apa adanya dan selalu mendukungku tanpa melarang ini dan itu. Setelah satu tahun menjalin pertemanan, aku menerima Arshaka sebagai kekasihku. 17 Februari 2021, aku dan Arshaka resmi menjadi pasangan. Aku sangat bahagia mendapatkan kekasih seperti dia.





Aprillya Nurizki

Aprillya Nurizki adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Mar 2025



0 Komentar





Cerita Lainnya