Cerita
Jejak Kaki di Kota Orang
Jejak Kaki di Kota Orang

Menjadi anak rantau dan jauh dari kedua orang tua bukanlah hal yang mudah. Semenjak menjadi anak rantau banyak sekali pembelajaran yang mendewasakan diri. Ya memang, karena di rantau kita dipaksa tersenyum dibalik rasa lelah dan rindu yang datang bersamaan.

Merantau adalah pilihan terakhir jika tidak merantau mungkin saat ini aku tidak berkuliah. Saat lulus aku diberikan pilihan berada di kampung halaman tapi kuliah tahun depan atau merantau berkuliah sambil bekerja. Karena keinginan untuk berkuliah sangat tinggi maka aku memutuskan untuk kuliah sambil kerja. Aku tidak mau menganggur walau itu cuman setahun menurutku setahun itu waktu yang lumayan lama dan disayangkan sekali Jikalau waktu dibuang secara cuma-cuma.

Dan sekarang aku berada di tempat yang tidak pernah aku datangin sebelumnya. Teringat ketika berangkat dari Nias,( Sumatera Utara) ke Bandung aku mendapat pengalaman baru dari perjalanan yang jauh. Sedih rasanya ketika melihat mama menagis saat aku bersalaman dan berpelukan. Bagaimana tidak menangis aku anak yang pertama dari keluargaku yang merantau sejauh ini dari tanah Sumatera ke tanah Jawa hanya untuk menggapai mimpi yang tidak pernah ada di list cita-citaku.
Itu benar, aku sedang berjuang untuk menggapai cita-cita yang tidak aku inginkan. Dulu aku ingin sekali menjadi seorang perawat tapi karena terhambat perekonomian mimpi itu aku kubur sedalam-dalamnya. Tapi itu dulu, karena sekarang aku sedang belajar untuk menerima semuanya.
Ternyata berjuang di tanah orang bukanlah hal yang mudah. Ingin secepatnya menyelesaikan perkuliah karena ada rindu yang segera dibayarkan. Ditambah lagi berkuliah sambil kerja, hahaha melelahkan sekali. Disaat badan ingin beristirahat karena pekerjaan yang melelahkan tapi ada tugas kuliah yang harus diselesaikan.
Orang-orang mengatakan Bandung merupakan tempat untuk melepaskan kesedihan. Ya, itu betul di Bandung banyak sekali tempat-tempat wisata yang memanjakan mata. Tapi, mengapa aku tidak merasakan demikian?. Disini aku meratapi nasib, karena banyak beban yang harus ditanggung untuk saat ini. Ingin berbagi cerita ke orang tua akan apa yang dirasakan disini tapi kasihan mereka nanti kepikiran. Yang lebih menyedihkan ketika kita harus berbohong bahwa disini sangat menyenangkan. Menutupi segala duka dengan tertawa saat bertelpon dengan orang tua seakan-akan disini baik-baik saja. Ditambah ketika mama mengeluh soal perekonomian di kampung, dimana hujan berbulan-bulan sehingga tidak bisa pergi ke kebun. Dalam hati ingin membantu tapi disini aku kewalahan untuk membagi uang yang pas-pasan.

Banyak orang-orang yang aku temui disini yang akan menjadi pembelajaran dan pendewasaan untukku. Menjadi seorang dewasa tidak segampang yang dipikirkan. Waktu masih kecil ingin cepat-cepat besar biar bebas kesana kesini. tapi, sekarang ingin menjadi anak kecil lagi yang tidak tahu apa-apa. Yang tahu nya cuman makan, tidur,dan bermain. Aku rindu masa-masa kecilku masa yang tidak ada beban sama sekali. Banyak teman bermain, teman bercerita. Tapi masanya sudah habis karena sekarang satu demi satu dari kami mulai menyelusuri dan menjadi penulis hebat dari cerita kehidupan masing-masing. Sekarang kampung tercintaku sepi sangat sepi. Disetiap anak-anak yang sudah tamat SMA/SMK mereka akan merantau. Karena kalau tidak merantau maka kebutuhan hidup mereka akan kekurangan apalagi jika ada niat untuk berkuliah merantau adalah satu-satunya cara.
Banyak orang-orang yang merangkul disini yang menjadi saudara. Memberikan motivasi agar bisa bertahan tanpa ada kata nyerah. Dan sekarang jalan satu-satunya agar bisa bertahan yaitu mulai belajar menikmati semua prosesnya.




Jelwita Waruwu

Jelwita Waruwu adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Apr 2025



0 Komentar





Cerita Lainnya