Kualitas Sekolah Dasar di Indonesia dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran seorang siswa di masa depan. Saya rasa, hal ini cukup penting. Ketika anak sekolah dasar dihadapkan dengan berbagai pelajaran dan dipaksa belajar sesuatu di luar kapasitasnya, maka hal itu dapat memengaruhi kualitas pembelajaran anak tersebut ke depannya. Alih-alih membuat anak menjadi pintar, hal ini justru membuat mereka semakin terbebani, alhasil mereka menjadi stres dan malas bersekolah.
Saya sadar betul bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari seberapa berkualitasnya pendidikan mereka. Namun, ini tidak bisa menjadi sebuah landasan karena sistem pendidikan yang dimiliki oleh negara maju tidak mudah diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan sosial dan sistem sosial di masyarakat kita sendiri. Alih-alih semakin baik, justru malah membuat semakin buruk karena sistem sosial masyarakat kita tidak dapat menyeimbangkan sistem tersebut. Pada dasarnya, pendidikan di Indonesia harus mempunyai sistemnya sendiri. Namun, hal ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Pasalnya, setiap pergantian Menteri Pendidikan di Indonesia selalu saja ada pergantian kurikulum. Sistem yang belum tertata dengan baik harus diganti dengan sistem yang baru sehingga menyebabkan kesulitan bagi kalangan yang ada di pendidikan, khususnya para guru.
Dari hal tersebut, jika kita mengacu pada aturan di masyarakat bahwa kita adalah negara yang mengutamakan kesopanan, seharusnya di sekolah dasar diajarkan tentang etika dan tata krama secara spesifik sehingga pembelajaran tersebut dapat relevan dengan kehidupan mereka. Anak-anak perlu diajarkan bahwa hal buruk yang dilakukan di usia mereka dapat mempengaruhi kehidupan mereka di masa depan. Mereka juga perlu diajarkan tentang cara mengolah informasi sehingga dapat memberikan pernyataan dari sebab dan akibat, tentang mimpi dan cita-cita, serta tentang berbagai informasi pekerjaan yang dapat memperkuat mimpi dan cita-cita mereka. Bukankah hal tersebut jauh lebih baik daripada menuntut mereka untuk belajar hal yang belum tentu mereka inginkan?
Pada dasarnya, keinginan seorang anak adalah bermain. Bermain adalah salah satu bentuk pembelajaran yang mengasah imajinasi dan kreativitas mereka. Semakin banyak anak bermain, semakin berkembang kapasitas pemikiran mereka. Hal itu juga diperkuat oleh pernyataan dari pakar-pakar yang menyebutkan bahwa bermain adalah 'proses rekontekstualisasi yang berkelanjutan' melalui bermain anak-anak berkembang menuju bentuk aktivitas yang lebih abstrak (1998: 141). Aktivitas abstrak tersebut mengandalkan imajinasi dalam pikiran manusia, yang berdampak pada kehidupan sehari-hari. Semakin dilatih imajinasi anak-anak, maka semakin berkembangnya pemikiran mereka. Salah satu keunggulan dari terlatihnya imajinasi adalah anak menjadi semakin kreatif dan dapat memecahkan masalah meskipun itu baru sebatas masalah yang ringan.
Saya rasa, cukup pembelajaran itu diajarkan pada kelas 1-3 SD. Dari sanalah landasan seorang pelajar terbentuk. Mereka mendapatkan pendidikan etika, mempunyai mimpi dan cita-cita yang kuat, serta imajinasi dan pemikiran mereka berkembang dengan pesat. Sehingga, ketika mereka diajarkan untuk mengolah informasi, mereka dapat memprosesnya jauh lebih baik daripada harus dituntut secara paksa mempelajari mata pelajaran yang cukup kompleks di usianya. Dengan begitu, kesan pertama mereka terhadap pendidikan akan menjadi lebih baik, mereka akan jauh lebih bersemangat dan haus akan pembelajaran yang sesuai dengan kehidupan.
Akan tetapi, peran guru pun sangat penting. Jika guru tidak mampu mengelola emosi seorang anak dan mengajar dengan emosi, hal itu berdampak buruk bagi anak tersebut. Anak-anak menginginkan guru yang lembut dan perhatian karena pada dasarnya, mereka masih sangat membutuhkan kasih sayang. Dengan demikian, guru pada kelas 1-3 haruslah berperan sebagai orang tua yang penuh kasih sayang dan perhatian. Hal ini penting karena pembelajaran yang akan diberikan kepada anak adalah pembelajaran etika, penguatan imajinasi, dan pemrosesan informasi.
Dengan demikian, kesimpulannya adalah bahwa kualitas pendidikan di sekolah dasar sangat berpengaruh terhadap perkembangan seorang anak di masa depan. Pendidikan yang terlalu memaksa anak mempelajari hal di luar kapasitasnya dapat menyebabkan stres dan menurunkan minat belajar. Sebaliknya, pendidikan yang fokus pada pengembangan etika, imajinasi, dan kemampuan mengolah informasi, serta didukung oleh guru yang penuh kasih sayang dan perhatian, akan menciptakan generasi yang lebih kreatif, bermimpi besar, dan mampu menghadapi tantangan dengan lebih baik. Indonesia perlu merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya lokal untuk mencapai hasil yang optimal.