Setting atau tepat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penetuan ini harus secara cermat sebab drama naskah harus juga memeberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu.
Setting tempat tidak berdiri sendiri. Berhubungan dengan waktu ruang. Misalnya, tempat di Jawa, tahun berapa, di luar rumah atau di dalam rumah.Untuk cerita Diponegoro, misalnya, tempatnya jelas di Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun antara 1825-1830, tempatnya di desa, baik di dalam rumah maupun di medan gerilya. Dengan rumusan tersebut, kita dapat membayangkan tempat kejadian dengan hidup. Hal ini berhubungan dengan kostum, tata pentas, maek-up, dan perlengkapan lainnya jika drama ini dipentaskan.
Setting waktu juga berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, pagi, sore, atau malam hari. Siang atau malam di desa dan di kota akan berbeda pula keadaannya. Di ruang mana? di ruang sebuah keluarga modern yang kaya akan lain dari ruang keluarga tradisional yang miskin. Jadi, waktu juga harus disesuaikan dengan ruang dan tempat.
Ruang juga dapat berarti runag dalam rumah atau luar rumah, tetapi juga dapat berarti lebih mendetail, ruang yang bagaimana yang dikehendaki penulis lakon. Hiasan, warna, dan peralatan dala ruangn akan memberi corak tersendiri dalam drama yang dipentaskan. Semakin teliti seorang penulis lakon dalam mengambarkan setting ruang ini, akan mempermudah pementasannya.
Sumber: Walyu, Herman J.. 2002. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta. Hanindita.