21 Hari
21 Hari

Jika tuhan bisa menitipkan rasa yang begitu menggebu-gebu, yang membuat jiwa seolah melayang. Maka tuhan juga bisa membuatnya hancur seketika, menghanguskannya bagai arang.

              Aku ingin sekali menuliskan kisah kita dalam selembar kertas putih ini, tetapi agaknya akalku menolak tegas, aku mendadak kehilangan kata-kata ketika memikirkan apa yang akan aku tulis tentangmu, seakan membeku, akalku berteriak bahwasanya kisah tragis seperti itu nyatanya tidak layak jika harus diabadikan dalam sebuah karya, tapi aku bersikeras, aku terus memaksa akal ini berfikir, membujuknya agar bisa membantuku menuangkan kisah ini dilembar putih ini. Akalku berbincang kembali

 “ agaknya apa yang mau kau banggakan dari kisah menyedihkan ini? Kau harusnya membuangnya juga seperti dia membuangmu, lantas apa sekarang? Kau malah mau mengabadikannya dihidupmu dalam sebuah karya? Jangan buang-buang waktu hanya dengan mengisahkan sesuatu yang bahkan kau saja tidak bisa memilikinya. Ingatlah dia membuangmu dengan gampangnya,jangan pernah lupakan itu” begitu katanya.

              Jelas aku tidak akan pernah melupakan fakta bahwa aku dibuang dan digantikan dengan mudahnya oleh seseorang yang bahkan aku tidak menyangka mata yang menatapku dengan begitu teduh ternyata hanyalah mata kosong yang tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadapku. Siapa sangka? Pribadi yang aku kira sangat sempurna sehingga bisa membuatku jatuh cinta dalam waktu yang singkat, ternyata seorang baj*ngan. Kasar bukan? Tetapi itu tidak sekasar apa yang telah dia perbuat terhadapku, harusnya dia memakluminya jika aku memanggilnya begitu, bukankah begitu? Aku tidak menemukan kata lain yang pantas untuknya selain ‘baj*ngan’.

              Mungkin kalian bertanya-tanya, agaknya apa yang dilakukan baj*ngan ini sehingga aku dan akalku begitu murka ketika menceritakannya ? sebelum itu mari kita perhalus panggilan untuk si baj*ngan ini. Panggil saja dia ‘baji’ ? ah kalian bisa menyebutnya apa saja, karena aku tidak mau mengabadikan namanya dalam kisah ini, makin jumawa dia nanti. Setelah berperang dengan akal berkali-kali, akhirnya akalku melemah dan semoga cerita ini berhasil dikisahkan dengan baik sampai akhir. Kisah ini ditulis sebagai pengingat untuk diri sendiri, supaya tidak melakukan hal bodoh lagi seperti kemarin, dan semoga aku tidak pernah bertemu lagi dengan si baj*ngan itu.

            Cerita ini diawali dengan beberapa perdebatan, antara aku dan bian. Dia adalah teman hidupku dalam empat tahun terakhir ini, namun sepertinya hubungan ini sudah tidak bisa lagi diteruskan. Hubungan ini sudah diujung tanduk. Semakin hari, percakapan dilakukan seperti sebuah formalitas untuk sekedar berkabar, tidak ada lagi obrolan yang menyenangkan atau sekedar menanyakan bagaimana hari ini? Apa yang kau lakukan hari ini? Yah aku tau aku seorang pengangguran, tetapi tidak ada salahnya bertanya seperti itu kepadakukan? Makin-lama aku semakin tidak merasakan apa itu cinta, apa itu rasa kasih sayang, aku merasa bahwa kami sudah sama-sama tidak bisa melanjutkan hubungan ini dan yah, aku tidak mengerti arah hubungan ini kemana, karena ditahun ini kami sudah 4 tahun memadu kasih dan umurku juga tidak muda lagi tetapi tak pernah ada kejelasan hubungan ini akan dibawa kemana, entahlah mungkin dia ragu atau kenapa sekarang aku tidak peduli.

Kami memutuskan berpisah begitu saja tanpa berdebat panjang lagi.Setelah berpisah, anehnya aku tidak merasa sedih ataupun kehilangan, semuanya berjalan biasa saja seperti bagaimana adanya. Akupun bingung, apakah rasa cinta itu ternyata sudah tidak ada sejak lama? Kenapa ketika kami berpisah rasanya sangat mudah? Aku tidak pernah merasa sedih ataupun sesak, tapi ya, baguslah.

            Setiap hari aku hanya berdiam diri dirumah, (sekali lagi karena aku pengangguran), aku sedang berkuliah semester 6 dan aku hanya berkuliah di hari jum’at sabtu, dan itu artinya aku mempunyai waktu yang begitu luang. Setiap hari aku hanya menghabiskan waktu dengan telepon genggamku, melihat beranda-beranda media sosial, melihat kehidupan orang-orang yang mungkin saja aku tidak kenal, lalu berkata “ wah mereka sudah kawin rupanya, wah mereka sudah punya anak rupanya, wah mereka punya pekerjaan yang bagus ternyata” iri sekali rasanya, sedangkan aku hanya disini berdian diri dikamar, sendirian,pengangguran, belum mandi, memakai kolor kepunyaan bapak dan tidak punya pasangan. Nasib-nasib, siang dan malam kerjaku hanya begini saja, ah membosankan.

            Tapi dalam kisah ini aku bukan akan menceritakan kisahku dan bian, bukan. Aku akan menceritakan kisah tragisku dengan lelaki sebut saja dia bastian?, ah terlalu bagus, tapi lebih baik daripada aku terus berkata kasar. Kami bertemu tidak sengaja di media sosial, tak lama setelah aku berpisah dengan bian. Tapi aneh, obrolan kami begitu lancar, lelucon kami sangat cocok, gaya bicara kami yang seolah sudah lama mengenal, padahal, kami baru saja bertemu di media sosial, bagaimana bisa ? aku tidak pernah merasa se”klik” itu dengan orang, kalian mengerti maksudku kan ? kami sangat merasa cocok dalam segala hal. Dengan alasan sesederhana itu kami memutuskan untuk menjadi pasangan, belum genap 10 hari aku berpisah dengan bian. Bastian sangat bisa menggantikan sosok bian yang telah hidup bersamaku selama 4 taun terakhir ini dengan sangat baik. Hari-hari kami dijalani dengan sangat amat menyenangkan.

            Suatu hari kami memutuskan untuk bertemu secara langsung, dan alamaaaaak inginku berteriak dalam hati, dia tampan sekali, aku tidak bohong. Gagah kali manusia satu ini, perawakannya tinggi, rambut yang baru dipangkas, harumnya yang khas (aku lupa sekarang aromanya),mata sedikit sipit dan pakaian yang serba hitam, benar-benar seketika membuat diri ini terpesona (jika kau membaca ini bastian janganlah kau jumawa). Jikalau ditanya bagaimana tipe pasanganku, aku akan selalu menjawab dia seperti bastianku, tampan,tinggi,pekerja keras, sedikit agamis, dewasa, selalu bisa memberiku pendapat, dan yang paling penting obrolan kami sangat nyambung. Kami bahkan pernah menelpon semalam suntuk sampai aku tidak tidur, tidak ingat aku, apa yang kami obrolkan sampai-sampai bisa semalam suntuk berbincang tanpa tidur, bodoh memang. Tapi sungguhan, setelah bertemu tidak bisa dipungkiri aku semakin yakin, dan semakin jatuh, sejatuh-jatuhnya, sangat menawan, apalagi saat dia meminta izin kepada bapak untuk mengjakku bermain keluar. Ah tuhaaan, aku merasa kalau ini tidak sungguhan, apa ini mimpi ? apakah aku boleh sesenang ini? Ah gigiku hampir kering karena tersenyum terus-menerus. Semenyenangkan itu bertemu dengan bastianku. Ya memang terkesan alay dan berlebihan, tetapi memangnya kenapa ? toh semua orang akan alay kalau jatuh cinta bukan ?

            Itu mungkin bisa dinobatkan sebagai salah satu hari paling menyenangkan selama aku hidup. Sumpah aku tidak bohong, setlah sekian lama, aku kebali merasakan perasaan itu lagi, seketika aku berdoa semoga kebahagiaan ini tidak cepat hilang. Tolong tuhaaan, sekali ini saja tolong jangan renggut manusia satu ini. Tidak ada yang salah dengan kencan pertama ini, semuanya terjadi dengan sangat amat baik. Ah akhirnya aku bisa tidur dengan keadaan tersenyum setelah sekian lama. Yah tetapi memang yang berlebihan itu tidak baik, padahal sudah banyak kawanku yang berucap menasehatiku agar tidak terlalu terbuai dengan omongan laki-laki. Tetapi aku bandel tidak mau mendengarkan, aku lebih memilih yakin dan percaya bastian juga sebegitu menyayangiku sama sepertiku, nah sekali lagi, aku memang bodoh.

            Bastian tiba-tiba sering hilang kabar, padahal dia sedang dirumah, semakin hari dia semakin acuh, akupun tidak mengerti maksud dia bagaimana, dan mau dia apa. Aku intropeksi diri, apakah ada yang salah ? apakah aku berkata kasar ? mengapa dia begitu? Ketiak kutanya dia hanya bersalan bahwa dia sedang lelah. Baiklah tak masalah, tetapi semakin hari komunikasi kami semakin rusak, dia seperti menghindar ah s*alan, itu menyakiti hati mengil ini. Disinilah aku sudah menduga bahwa ini adalah awal dari perpisahan kami. Aku ingat malam itu, ketika kau masih asik berkumpul bersama teman-teanmu, aku mengajakmu berbicara, mendiskusikan apa yng sedang terjadi, mencoba memperbaiki yang seharusnya diperbaiki, namun kau menolak dengan alasan masih asik dengan teman sejawatmu, baiklah tak apa, aku pandai menunggu. Jam 2 malam sudah lewat aku memaksa hari itu juga untuk menyelesaikan semua permasalahan, mencoba berbicara agar semuanya kembali seperti sedia kala, namun apa yang kudapat setelah lama menunggu ? bastian ini lebih memilih mengakhiri semuanya tanpa mau memperbaiki apapun, aku melamun, terdiam sperti tidak percaya, aku bertanya apakah ini nyata ?  aku megajakmu berbicara tapi bukan ini maksudku, bukan ini yang aku mau. Aku berusaha untuk mempertahankan dan meminta penjelasannya, tetapi sia-sia. Dia tetap teguh dengan keputusannya.

Ya setelah pertemuan kami memang sudah sejak lama aku merasa dia seperti orang lain, dia bukan bastian yang aku kenal lagi, kata orang bukan dia yang berubah, dia memang seperti itu, aku hanya semakin mengenalnya saja. tetapi aku sangat merindukan dirimu ketika kita baru saling mengenal. Sepanjang malam itu aku hanya menangis dengan sangat sendu, akhirnya air mata ini mengalir deras lagi setelah sekian lama. Yah, tak aku sangka ini akan sangat menyakitkan, padahal kita tak sampai sebulan, tapi tak bisa aku pungkiri, pertemuan singkat itulah yang telah membuatku begitu jatuh cinta terhadapmu, sosokmu yang bisa membimbingku kearah yang lebih baik, sosokmu yang selalu bisa membuatku tertawa kala itu, aku sangat merindukannya bas. tetapi setelah perpisahan kita kaupun tidak perah sekalipun menunjukan bahwa kau menyesal dan bersedih.

Hari ini aku melihat statusmu yang kau unggah, ternya kau sedang asik berlibur kesana kesini, wara-wiri dengan sangat sumringah. Padahal hari ini tepat satu bulan kita berpisah, namun nyatanya malah kau rayakan dengan begitu antusias. Setidak berharga itukah aku dihidupmu bas? Nyatanya kepergianku tak berpengaruh apa-apa terhadapmu, sedangkan aku disini mati-matian berusaha melupakan dan mengikhlaskanmu, aku berusaha menyibukan diri padahal aku pengangguran, tapi entahlah tuhan curang, selalu mengingatkanku padamu, sedangkan kau? Lihatlah tuhan dia sangat bergembira, sedangkan aku disini sangat menderita, adilkah tuhan? Aku juga ingin bahagia, atau setidaknya dia juga harus terpuruk dan sedih sepertiku, jahat dan egois sekali ya kedengarannya, yah itulah suara hati.

              Malam tadi aku menangis semalaman, seakan tubuh ini kembali mengingat rasa sakit satu bulan yang lalu ketika kau dengan sepihak meninggalkanku tanpa sebab, tanpa alasan yang jelas. Apakah kau tau bagaimana rasanya ditingglkan dengan beribu pertanyaan dimana salahku dan kurangku?, kenapa kau meningglkanku? Apakah aku sangat kurang untukmu? Apakah kau mempunyai primadona lain? Kepalaku dipenuhi pertayaan kenapa,mengapa dan apa, itu semua pertanyaan yang akupun tidak tahu apa jawabannya. Tapi tidak seperti aku, kulihat kau sangat baik, bahkan kau sangat senang setelah membuangku dengan begitu naas. Tidakkah kau mempunyai nurani walau sedikit? Setidaknya berpura-puralah berkabung walau itu hanya sandiwara. Kau terlalu jelas menunjukan bahwa kau senang telah meninggalkanku. Seakan aku sangat tidak artinya di hidupmu.

              Bukankah kau juga punya seorang wanita dihidupmu? Ibumu? Oh ya, adikmu juga wanita kan ? menurutmu bagaimana rasanya jika hal seperti ini menimpa mereka? ah kau pasti marah, sekarang kau juga marahkan karena aku membawa adik dan ibumu dalam persoalan ini ? kenapa ? bukannya kau juga melakukan hal yg sama? Aku hanya berandai-andai dan kau sudah marah ? ayolah bas, kau melakukan hal yang lebih kejam dari yang kulakukan, sadarlah. Walaupun begitu, sialnya aku tak pernah bisa membencimu. Kenapa tuhan menaruh namamu jauh didalam hati ini sehingga aku sangat sulit mengeluarkannya, ah sialan ternyata aku sangat mencintaimu.

              Setelah berpisah denganmu, setiap hari, setiap malam tanpa kecuali, aku selalu berdoa merayu tuhan memintamu agar kembali kepadaku. Aku memintamu pada saat sujudku, pada saat ibadah pagi dan malamku. Namun setelah sekian lama aku merasa kita semakin menjauh, asing kembali tanpa bertegur sapa sedikitpun, kau acuh dan sangat tidak peduli. Aku kembali merayu tuhan di tengah keheningan malam, namamu menjadi fokus utama pembincanganku dengan tuhan, kamu satu-satunya lelaki yang aku kirimi alfatihah tuan, namun sayang tuhan tak kunjung mendatangkan dirimu. Apakah rasamu memang sudah menghilang? Atau memang dari awal kau tidak menaruh rasa ? kau hanya sedang kesepian dan kebetulan ada aku? Lalu mengapa kau berlagak seolah ingin membina hidup selamanya denganku? Sungguh, kepala ini dipenuhi sangat banyak pertanyaan yang tak bisa lagi aku pertanyakan kepadamu.

              Hari ini tepat 6 bulan setelah kepergianmu bas, kemarin aku sudah mencoba memulai hubungan baru dengan orang lain, tetapi tidak berhasil. Dan kau tau apa ? setiap kali aku sedang berada dalam keadaan sulit, kau orang pertama yang aku ingat, ya akupun tak mengerti. Sudah lama aku tidak melihat wajahmu itu bas, aku bahkan suda lupa bagaimana suaramu itu, wajahmupun sudah mulai remang diingatanku bas, bagaimana ini ? kemarin ulang tahunmu, aku kembali berdialog dengan tuhan, tidak bas aku tidak memintamu kembali, aku hanya berdoa agar kau selalu bahagia, sejahtera dan kau bisa membahagiakan keluargamu sesuai dengan apa yang kau cita-citakan bas, dengan atau tidak aadanya aku, aku selalu berdoa agar jalanmu dipermudah, dan segala yang kau inginkan terlaksana. Semoga semua tangisanku dimasa lalu untukmu tidak akan mempersulit langkahmu menuju apa yang kamu mau bas, aku akan selalu merindukan dan mendoakanmu disini. Namamu akan selalu menjadi dialog mesraku dengan tuhan. Maafkan aku, ternyata mengikhlaskanmu jauh lebih sulit dari yang aku kira, tetapi aku sudah tidak mengganggumu lagikan ? aku sudah hancur, jadi kau harus bahagia bas. Aku selalu mencintaimu bas, selalu.